Di antara yang dianjurkan bagi shohibul qurban selepas penyembelihan adalah menyantap sebagian dari hasil qurban, memberi makan kepada yang lain dan menyimpannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27) لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28)
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj: 27-28)
Begitu pula disebutkan dalam ayat lainnya,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (QS. Al Hajj: 36).
Dalam hadits disebutkan,
إذا ضحى أحدكم فليأكل من أضحيته
“Jika salah seorang di antara kalian berqurban, makanlah dari hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 2: 391. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if)
Adapun hukum memakan hasil qurban bagi shohibul qurban adalah sunnah menurut mayoritas ulama.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Perkataan penulis Zaadul Mustaqni’: “Disunnahkan makan dari hasil qurban, menghadiahkan dan bersedekah masing-masing 1/3”, artinya di sini bukan wajib, namun hasil qurban disunnahkan dimanfaatkan untuk tiga tujuan tadi, yaitu 1/3 untuk dimakan, 1/3 untuk dihadiahkan, dan 1/3 lagi untuk disedekahkan.
Hadiah berbeda dengan sedekah. Jika diberikan dalam rangka kasih sayang dan menjalin keterikatan hati, maka ini termasuk hadiah sebagimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah hadiah kalian maka kalian akan saling mencintai.” Adapun jika maksudnya adalah pendekatan diri pada Allah, maka disebut sedekah. Oleh karenanya, sedekah itu untuk orang yang butuh sedangkan hadiah untuk orang yang telah berkecukupan.
Adapun hasil qurban dibagi 1/3 untuk dikonsumsi oleh shohibul qurban, 1/3 untuk hadiah dan 1/3 untuk sedekah. Pemanfaatan di sini tergantung tingkatan (keadaan) dalam menerima hewan qurban. Dalam ayat sendiri didahulukan makan (untuk konsumsi sendiri) dari yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj: 28).
Disebut sunnah artinya jika hasil qurban disedekahkan semuanya, maka tidaklah berdosa. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa hukum qurban adalah sunnah sebagaimana pendapat yang dianut oleh jumhur (mayoritas) ulama.
Sedangkan sebagian ulama menganggap bahwa shohibul qurban wajib mencicipi hasil qurbannya dan dosa jika meninggalkannya karena hal ini diperintahkan oleh Allah dan Allah sendiri mendahulukannya dari sedekah. … Sehingga sebaiknya shohibul qurban tetap berusaha mencicipi hasil sembelihan qurbannya.” (Syarhul Mumthi’, 7: 481)
Ringkasnya, shohibul qurban sah-sah saja mencicipi hasil qurbannya. Bahkan sebagian ulama sampai mewajibkan. Namun jika shohibul qurban menyedekah seluruh hasil qurban, itu pun boleh.
Wallahu waliyyut taufiq.
@ Maktab Jaliyat Bathaa’, Riyadh, KSA, 11 Dzulqo’dah 1433 H
Artikel asli: https://rumaysho.com/2835-apakah-shohibul-qurban-boleh-mencicipi-hasil-sembelihan.html